Setelah Perang Padri berakhir Belanda terus meluaskan daerah pengaruhnya. Belanda mulai memasuki tanah Batak seperti Mandailing, Angkola, Padang Lawas, Sipirok bahkan sampai Tapanuli. Hal ini jelas merupakan ancaman serius bagi kekuasaan Raja Batak, Si Singamangaraja XII. Pusat pemerintahannya Raja Batak terletak di Bakkara.
Sejak tahun 1870 yang menjadi raja adalah Patuan Bosar Ompu Pulo Batu yang bergelar Si Singamangaraja XII. Pada tahun 1878 Raja Si Singamangaraja XII angkat senjata memimpin rakyat Batak untuk melawan Belanda. Sisingamangaraja berasal dari tiga kata, yaitu ‘si’, ‘singa’, dan ‘mangaraja’. ‘Si’ adalah kata sapaan, ‘singa’ merupakan bahasa Batak yang berarti bentuk rumah Baka, sedangkan ‘mangaraja’ sama maksudnya dengan kata ‘maharaja’. Jadi Sisingamangaraja berarti Maharaja orang Batak.
A. Penyebab Perang Batak
Pada tahun 1877 Raja Si Singamangaraja XII berkampanye menghimbau agar masyarakat mengusir para zending yang memaksakan agama Kristen kepada penduduk. Zending adalah suatu lembaga yang bergerak dalam penyebaran ajaran kristen Protestan. Perang Batak atau perang Tapanuli atau perang Si Singa Mangaraja dimulai dari tahun 1878 – 1907 yang terjadi selama 29 tahun. Secara umum penyebab perang batak adalah
- Adanya tantangan raja Batak Batak yang masih menganut agama Batak kuno (Animisme dinamisme) atas penyebaran agama Kristen di Batak.
- Adanya siasat Belanda dengan menggunakan gerakan Zending untuk menguasai daerah Batak.
- Kemarahan Sisingamangaraja atas penempatan pasukan Belanda di Tarutung dan hampir seluruh Sumatera sudah dikuasai Belanda kecuali Aceh dan tanah Batak yang masih berada dalam situasi merdeka di bawah pimpinan Raja Sisingamangaraja XII.
Akibat kampanye Raja Singamangaraja XII telah menimbulkan ekses pengusiran para zending bahkan ada penyerbuan dan pembakaran terhadap pos-pos zending di Silindung. Kejadian ini telah memicu kemarahan Belanda. Pada tanggal 8 Januari 1878 Belanda mengirim pasukan untuk mendudu ki Silindung. Pecahlah Perang Batak.
- Pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Schelten menuju Bahal Batu. Rakyat Batak di bawah pimpinan langsung Raja Si Singamangaraja XII melakukan perlawanan terhadap gerakan pasukan Belanda. Kekuatan pasukan Batak tidak seimbang dengan kekuatan tentara Belanda, sehingga pasukan Si Singamangaraja ini harus ditarik mundur.
- Belanda mulai bergerak ke Bakkara yang merupakan benteng dan istana Kerajaan Si Singamangaraja. Belanda mulai mengepung Bakkara. Letnan Kitchner menyerang dari arah selatan, Chelter mendesak dari sebelah timur, sementara Van den Bergh mengepung dari arah barat. Akhirnya benteng dan Istana Bakkara dapat diduduki Belanda.
- Si Singamangaraja dan sisa pasukannya berhasil meloloskan diri dan menyingkir ke daerah Paranginan, Lintung, Tambunan, Lagu Boti, dan terus ke Baligie. Belanda dapat menguasai tempat-tempat itu sehingga semua daerah di sekitar Danau Toba sudah dikuasai Belanda.
- Si Singamangaraja XII dengan sisa pasukannya bergerak menuju Huta Puong. Pada Juli tahun 1889 Si Singamangaraja XII kembali angkat senjata melawan ekspedisi Belanda. Di Huta Puong ini pasukan Si Singamangaraja XII bertahan. Tetapi pada tanggal 4 September 1899 Huta Puong juga jatuh ke tangan Belanda.
- Si Singamangaraja XII kemudian membuat pertahanan di Pakpak dan Dairi. Pasukan Belanda di bawah komando van Daden mengadakan gerakan sapu bersih terhadap kantong-kantong pertahanan dari Aceh sampai tanah Gayo, termasuk yang ada di tanah Batak .
- Tahun 1907 pasukan Belanda di bawah komando Hans Christoffel berhasil mengepung Si Singa mangaraja XII di daerah segitiga Barus Sidikalang dan Singkel. Dalam pengepungan ini Belanda menggunakan cara licik yakni menangkap Boru Sagala, istri Si Singamangaraja XII dan dua anaknya.
- Akhirnya pada tanggal 17 Juni 1907 siang pasukan Belanda dikerahkan untuk menangkap Si Singamangaraja XII di pos pertahanannya di Aik Sibulbulon di daerah Dairi.
Dalam keadaan terdesak, Si Singamangaraja XII dengan putera-puteranya tetap bertahan dan melakukan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi dalam pertempuran itu Si Singamangaraja XII tertembak mati. Begitu juga putrinya Lopian dan dua orang puteranya Sutan Nagari dan Patuan. Dengan demikian berakhirlah Perang Batak.