Kamis, 09 April 2020

Rahmat Islam bagi Nusantara

Wawan Setiawan Tirta
Terdapat tiga teori yang dikemukakan para ahli sejarah terkait dengan masuknya agama Islam ke Indonesia, yaitu: Pertama, teori Gujarat yang menyatakan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M, melalui peran para pedagang India. Kedua, teori Makkah, yang menyatakan bahwa agama Islam tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.

Ketiga, teori Persia, yang menyatakan bahwa agama Islam tiba di Indonesia melalui peran para
pedagang asal Persia sekitar abad ke-13 M. Masing-masing teori memiliki argumen ilmiah, namun dalam Seminar Nasional tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963, para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-1 H. (abad ke-7 M) dan langsung dari tanah Arab.

A. Menganalisis dan Mengevaluasi Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Setidaknya terdapat tiga teori besar yang dikembangkan oleh Ahmad Mansur Suryanegara, yang terkait dengan asal kedatangan, para pembawanya, dan waktu kedatangannya.
  1. Pertama, teori Gujarat. Islam dipercayai datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke- 13 M.
  2. Kedua, teori Mekah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M.
  3. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 M.

Berikut beberapa uraian terkait dengan beberapa bukti yang mendukung teori Mekah.
  1. Menurut sejumlah pakar sejarah dan arkeolog, jauh sebelum Nabi Muhammad saw. menerima wahyu, telah terjadi kontak dagang antara para pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Jalur perdagangan selatan ini sudah ramai saat itu.
  2. Peter Bellwood, Reader in Archaeology di Australia National University menemukan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sebelum abad kelima masehi, beberapa jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan kepulauan
  3. Adanya jalur perdagangan utama dari Nusantara-terutama Sumatera dan Jawa dengan Cina juga diakui oleh sejarawan G.R. Tibbetts.
  4. Ditemukannya perkampungan Arab muslim di Barus pada abad ke-1 H./7 M. Berdasarkan sebuah dokumen kuno asal Tiongkok juga menyebutkan bahwa sekitar tahun 625 M.
  5. Berdasakan buku Nuchbatuddar karya Addimasqi, Barus juga dikenal sebagai daerah awal masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-7M.
  6. Sebuah makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 M.
  7. HAMKA menyebut bahwa seorang pencatat sejarah Tiongkok yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di pesisir Barat Sumate
  8. Sejarawan T. W. Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam (1968) juga menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubalighmubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M.
  9. Sebuah Tim Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Prancis yang bekerja sama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (PPAN) di Lobu Tua-Barus, telah menemukan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Barus telah menjadi sebuah perkampungan multietnis dari berbagai suku bangsa.
  10. Pada tahun 674 M semasa pemerintahan Khilafah Utsman bin Affan, mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara (pada saat itu namanya Kalingga). 
  11. Dalam Seminar Nasional tentang masuknya Islam ke Indonesia di Medan tahun 1963, para ahli sejarah menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-1 H. (abad ke-7 M) dan langsung dari tanah Arab.
  12. Ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran, Gresik, abad ke- 11 M. yang berarti jauh sebelum itu sudah terjadi penyebaran agama Islam, terutama di daerah pesisir Sumatera

B. Strategi Dakwah Islam di Nusantara
Setidaknya terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan sebagai kendaraan (sarana) dalam penyebaran Islam di Indonesia, di antaranya adalah: perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut uraian singkat mengenai hal tersebut.
  1. Perdagangan. Pada tahap awal, saluran yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 M hingga abad ke-16 M. 
  2. Perkawinan. Banyak penduduk pribumi, terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu.
  3. Pendidikan. Para ulama banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa pesantren. Pada lembaga inilah, para ulama memberikan pengajaran ilmu keIslaman melalui berbagai pendekatan sampai kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan baik
  4. Tasawuf. Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal, sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran tersebut.
  5. Kesenian. Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.
  6. Politik. Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di wilayah ini. 
C. Perkembangan Dakwah Islam di Nusantara
1. Perkembangan Islam DI Sumatera
Pada umumnya, buku-buku sejarah menyebutkan perkembangan agama Islam bermula dari Pasai, Aceh Utara. Orang yang menyebarkan Islam pulau Sumatera adalah Abdullah Arif. Setelah agama Islam berkembang di Pasai, dengan cepat tersebar ke Pariaman yang dibawa oleh Syekh Burhanuddin.

Sekitar tahun 1440 agama Islam masuk ke Sumatera Selatan. Mubaligh yang paling berjasa membawa Islam ke Sumatera Selatan adalah Raden Rahmat (Sunan Ampel). Arya Damar yang merupakan bupati Majapahit di Palembang waktu diberi saran agar bersedia menyebarkan agama Islam di Sumatera Selatan.

2. Perkembangan Islam di Kalimantan, Maluku, dan Papua
Di pulau Kalimantan, agama Islam mula-mula masuk di Kalimantan Selatan, dengan ibu kotanya Banjarmasin. Pembawa agama Islam ke Kalimantan Selatan ini adalah para pedagang bangsa Arab dan para mubaligh dari Pulau Jawa.

Islam masuk ke Kalimantan Barat mula-mula di daerah Muara Sambas dan Sukadana. Pembawa agama Islam ke daerah Kalimantan Barat adalah para pedagang dari Johor (Malaysia), serta ulama dan mubaligh dari Palembang (Sumatera Selatan). Sultan Islam yang pertama (tahun 1591) di Kalimantan Barat berkedudukan di Sukadana, yaitu Panembahan Giri Kusuma.

Islam  masuk di Maluku melalui jalur perdagangan di abad ke-15 karena Maluku sohor sebagai kepulauan rempah-rempah. Syekh Mansur adalah salah satu pedagang dari Arab yang meyiarkan Islam di Tidore pada masa pemerintahan Calano Caliati. Sementara Datu Maulana Hussein adalah salah satu pedagang  dari Jawa yang juga berpengaruh dalam penyebaran Islam di Ternate pada masa pemerintahan Kalano Marhum.

Islam masuk ke Irian terutama karena pengaruh raja-raja Maluku, para pedagang yang beragama Islam dan ulama atau mubaligh dari Maluku. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di papua adalah Misol, Salawati, Pulau Waigeo, dan Pulau Gebi.

3. Perkembangan Islam di Sulawesi
Pada abad ke-16 Islam telah masuk ke Sulawesi, yang dibawa oleh Dato’ Ri Bandang dari Sumatera Barat. Daerah-daerah yang mula-mula dimasuki Islam di Sulawesi adalah Goa, sebuah kerajaan di Sulawesi Selatan.

Raja Goa yang bernama Karaeng Tonigallo masuk Islam. Kemudian atas usul Dato’ Ri Bandang, Raja Goa berganti nama dengan Sultan Alauddin. Setelah Sultan Alauddin wafat, beliau diganti oleh putranya yang bernama Sultan Hasanuddin. Dari Goa Islam terus berkembang ke daerah-daerah lainnya seperti daerah Tallo dan Bone.

4. Perkembangan Islam di Nusa Tenggara
Sebagaimana daerah-daerah lain, pada tahun 1540 agama Islam masuk pula ke Nusa Tenggara. Masuknya agama Islam Ke Nusa Tenggara dibawa oleh para mubaligh dari Bugis (Sulawesi Selatan) dan dari Jawa.

Agama Islam berkembang di Nusa Tenggara mula-mula di daerah Lombok yang penduduknya disebut Suku Sasak. Dari daerah Lombok, secara pelanpelan selanjutnya tersebar pula ke daerah-daerah Sumbawa dan Flores.

5. Perkembangan Islam di Pulau Jawa
Agama Islam masuk ke Pulau Jawa kira-kira pada abad ke-11 M., yang dibawa oleh para pedagang Arab dan para mubaligh dari Pasai. Tempat yang mula-mula dimasuki Islam di pulau Jawa yaitu daerah-daerah pesisir utara Jawa Timur.

Tokoh terkenal yang berdakwah di Jawa Timur adalah Maulana Malik Ibrahim. Beliau menetap di Gresik. Dalam majlisnya itu beliau mengkader beberapa orang murid. selanjutnya mereka menyiarkan agama Islam ke daerah-daerah lain di pulau Jawa.
Terdapat tiga teori yang dikemukakan para ahli sejarah terkait dengan masuknya agama Islam Rahmat Islam bagi Nusantara

Di Jawa Tengah, penyiaran Agama Islam berpusat di Demak. Penyiaran agama Islam di Pulau Jawa dilakukan oleh para wali yang berjumlah 9 yang dikenal dengan Wali Songo (Wali Sembilan). Kemudian murid-murid Wali Songo turut pula menyiarkan agama Islam ke daerah pedalaman pulau Jawa, sehingga agama Islam berkembang dengan pesatnya.

D. Kerajaan Islam
Berikut adalah uraian singkat beberapa keajaan Islam yang terkenal di Nusantara.
1. Samudera Pasai
Samudera Pasai adalah keajaan Islam pertama di Indonesia yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Islam Peurelak (Perlak). Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Malik al- Saleh pada tahun 1285 (abad 13 M) sekaligus sebagai raja pertama.

Setelah meninggal, ia digantikan putranya Sultan Muhammad atau yang dikenal dengan nama Malik Al Tahir I. Ia memerintah sampai tahun 1326 M, kemudian digantikan oleh Sultan Ahmad Malik Al Tahir II.

2. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah atau disebut juga Sultan Ibrahim. Kerajaan Aceh mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Selanjutnya Sultan Iskandar Muda digantikan oleh menantunya yaitu Iskandar Tani.

3. Demak
Kesultanan Demak didirikan oleh seorang adipati yang bernama Raden Patah. Setelah Raden Patah meninggal, ia digantikan oleh Pati Unus, selanjutnya Pati Unus diganti oleh Trenggana. Setelah Sultan Trenggana meninggal, terjadi pertikaian antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan Pangeran Prawoto (anak Trenggana). Pangeran Prawoto berhasil membun*h
pangeran Sekar Seda Ing Lepen. Tetapi kemudian Pangeran Prawoto dibun*h oleh Arya Penangsang (anak Pangeran Sekar Seda ing Lepen).

Arya Penangsang kemudian tampil menjadi Sultan Demak ke-4. Pemerintahan Arya Penangsang dipenuhi dengan kekacauan karena banyak orang yang tidak suka dengannya. Hingga pada akhirnya seorang adipati Pajang bernama Adiwijaya atau Jaka Tingkir atau Mas Karebet berhasil membun*hnya. Setelah kematian Arya Penangsang, kerajaan Demak berpindah ke tangan Jaka Tingkir.

4. Pajang
Pendiri Kesultanan Pajang adalah Adiwijaya. Setelah Sultan Adiwijaya meninggal, seharusnya Pangeran Benawa yang menduduki tahta Pajang, akan tetapi ia disingkirkan oleh Arya Pangiri (putra Pangeran Prawata). Setelah Arya Pangiri dapat dikalahkan, Pangeran Benawa justru menyerahkan kekuasaan pada Sutawijaya. Selanjutnya Sutawijaya memindahkan Pajang ke Mataram sehingga berakhirlah kekuasaan Pajang.

5. Mataram Islam
Mataram merupakan hadiah dari Adiwijaya kepada Ki Ageng Pamanahan karena ia telah berjasa
membantu Adiwijaya menaklukkan Arya Penangsang. Ketika Ki Ageng Pamanahan meninggal, Mataram dipegang oleh putranya, Sutawijaya.

Sepeninggal Sutawijaya, Tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya (Mas Jolang), tetapi Mas Jolang meninggal sebelum berhasil memadamkan banyak pemberontakan. Penggantinya adalah Raden Rangsang atau lebih dikenal dengan Sultan Agung.

Pada masa pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai masa kejayaan. Setelah terjadinya Perjanjian Gianti, kerajaan Mataram dipecah menjadi dua bagian, Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta. Lebih dari itu, dengan adanya Perjanjian Salatiga, Kerajaan Surakarta terpecah lagi menjadi dua yaitu Mangkunegaran dan Pakualaman/Kasunanan.

6. Cirebon
Kasultanan Cirebon didirikan oleh Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati menua, Kesultanan Cirebon diserahkan kepada putranya Pangeran Muhammad Arifin dengan gelar Pangeran Pasarean. Sepeninggal Pangeran Pasarean, kedudukan Sultan diserahkan kepada Pangeran Sabakingking atau yang bergelar Sultan Maulana Hasanuddin.

Pada abad ke-17 terjadi perselisihan dalam keluarga, sehingga kesultanan Cirebon pecah menjadi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman.

7. Banten
Daerah Banten di-Islamkan oleh Sunan Gunung Jati. Pemerintahan dipegang oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Setelah Sultan Hasanuddin meninggal, ia digantikan oleh putranya Maulana Yusuf.

Kesultanan Banten mencapai masa keemasan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Akhir pemerintahan Sultan Ageng ditandai dengan persengketaan dengan putranya Sultan Haji yang bersekongkol dengan Belanda.

8. Makassar
Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan terdapat dua kerajaan yaitu Goa dan Tallo. Kedua kerajaan itu bersatu dengan nama Goa-Tallo. Makassar dengan ibu kota di Somba Opu, dan dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Sulawesi.

Bertindak sebagai rajanya adalah Raja Goa, Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Alauddin dan sebagai mangkubumi (Perdana Menteri) adalah Raja Tallo, Karaeng Matoaya yang bergelar Sultan Abdullah, yang pada masa pemerintahannya adalah puncak kejayaan Makassar.

9. Ternate dan Tidore
Kerajaan Ternate berdiri kira-kira abad ke-13. Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Sedangkan raja yang terkenal dari Tidore adalah Sultan Nuku. Muncullah Sultan Khaerun yang sekarang menjadi nama universitas di Ternate

E. Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia
Secara garis besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia: (1) Gerakan pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.

1. Gerakan Pendidikan dan Sosial
a. Sekolah Thawalib
Haji Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada tahun 1906 telah merintis perubahan “sistem surau” menjadi sistem sekolah. Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya.
Tidak hanya guru dan murid di sekolah itu, melainkan juga para alumni.

Organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi sebuah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial. Akhirnya organisasi Sumatera Thawalib
berkembang menjadi organisasi politik dengan nama Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat Permi. Permi merupakan partai Islam politik pertama di Indonesia. Asas Permi tergolong modern. Bukan hanya Islam, tetapi juga Islam dan Nasionalis.

b. Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia pada tanggal 17 Juli 1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad Al- Fachir bin Syihab, Sayid Idrus bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk golongan sayyid, yaitu kaum ningrat atau bangsawan Arab.

Ada dua program yang diperhatikan Jamiat Khair, mendirikan dan membina sekolah dasar, serta menyeleksi dan mengirim para pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki. Jamiat Khair tidak
tidak mengajarkan Bahasa Belanda tkarena bahasa penjajah, tetapi diganti
dengan bahasa Inggris.

c. Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan perpustakaan.  Aktivitas organisasi ini lebih dinamis daripada Jamiat Khair. Al-Irsyad tidak dapat dipisahkan dengan Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab keturunan Sudan yang menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam tubuh Al-Irsyad.

d. Persyarikatan Ulama
Organisasi sosial kemasyarakatan ini semula bernama Hayatul Qulub, didirikan di Majalengka, Jawa Barat, oleh K.H. Abdul Halim pada tahun 1911. Kiai Halim adalah alumni Timur Tengah. Ia menyerap idei-de pembaruan yang dihembuskan oleh Muhammad Abduh dan Jamaluddin al-Afghani, dua tokoh pembaruan di Mesir.

Ada dua sistem pendidikan yang diperkenalkan Kiai Halim: “sistem madrasah” dengan “sistem asrama”. Lembaga pendidikan dengan sistem madrasah dan sistem asrama diberi nama “Santri Asromo”. Dibagi ke dalam tiga bagian: Tingkat permulaan, dasar, dan lanjutan.

e. Nahdatul Ulama (NU)
Nahdatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar. Organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ajaran Islam menurut paham kitab I’tiqad Ahlussunnah Wal Jamā’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di berbagai bidang, antara lain sebagai berikut.
  • Di bidang keagamaan, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  • Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas. Hal ini terbukti dengan lahirnya.
  • Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
  • Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat. Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
  • Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

f. Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H. Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan dalam bidang pendidikan, dakwah dan amal sosial.

Dalam bidang amal sosial, ormas Islam ini memiliki antara lain beberapa puluh rumah sakit, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dan Panti Asuhan. Gerakan dakwah Muhammadiyah sangat menekankan kemurnian aqidah; memerangi berbagai perbuatan syirik, menyekutukan Allah Swt.

Muhammadiyah, menekankan pentingnya membuka pintu ijtihad dalam bidang hukum Islam agar umat Islam terbebas dari taqlid buta serta menolak tradisi bermazhab dalam fiqih.

g. Persatuan Islam (Persis)
Persatuan Islam (Persis) berdiri pada permulaan tahun 1920-an, tepatnya tanggal 12 September 1923 di Bandung. Ide mulanya dari seorang alumnus Dâr al-‘Ulûm Mekkah bernama H. Zamzam bersama teman dekatnya, H. Muhammad Yunus, seorang pedagang sukses yang sama-sama kelahiran Palembang.

Persis bertujuan: Pertama, mengamalkan segala ajaran Islam dalam setiap segi kehidupan anggotanya dalam masyarakat, kedua, menempatkan kaum muslimin pada ajaran aqidah dan syari’ah berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah.

2. Gerakan Politik
Di antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam Indonesia (PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai kelanjutan dari Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905.

SI kemudian berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Partai Islam Masyumi pada awal berdirinya merupakan satu-satunya partai politik Islam yang diharapkan dapat memperjuangkan kepentingan seluruh golongan umat Islam dalam negara modern yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyumi merupakan partai federasi yang menampung semua golongan tradisional.

F. Nilai-Nilai Keteladanan Tokoh-Tokoh dalam Sejarah Perkembangan Islam di Indonesia
Tokoh-tokoh penggerak utama dalam penyebaran Islam dan telah menggoreskan nilai-nilai keteladan mereka lebih dikenal dengan sebutan “Wali Songo” yaitu sebagai berikut.
  1. Maulana Malik Ibrahim, nama lainnya adalah Maulana Maghribi (Barat). Disebut Maghribi karena asalnya dari Persia, pusat kegiatannya di Gresik, Jawa Timur.
  2. Sunan Ampel atau Ngampel, nama kecilnya Raden Rahmat yang berkedudukan di Ngampel Surabaya. Melalui peran beliau lahirlah generasi Islam yang tangguh, salah satunya Raden Fatah sultan pertama Demak.
  3. Sunan Giri, nama aslinya Raden Paku. Beliau adalah murid Sunan Ampel. Pusat kegiatannya di Bukit Giri, Gresik.
  4. Sunan Bonang, nama kecilnya adalah Makdum Ibrahim putra Raden Rahmat yang berkedudukan di Bonang dekat Tuban.
  5. Sunan Drajat, nama kecilnya adalah Malik Munih juga putra Raden Rahmat dengan pusat kegiatan di daerah Drajat, dekat Sedayu suatu wilayah antara Gresik dan Tuban.
  6. Sunan Kalijaga, nama aslinya Joko Said. Pusat kegiatannya di Kadilangu, Demak (Jawa Tengah).
  7. Sunan Gunung Jati disebut pula Syarif Hidayatullah, berkedudukan di Gunung Jati, Cirebon (Jawa Barat).
  8. Sunan Kudus, berkedudukan di Kudus.
  9. Sunan Muria, yang berkedudukan di gunung Muria dekat Kudus.

Menurut buku Atlas Wali Songo, disebutkan tugas tokohtokoh Wali Songo dalam mengubah dan menyesuaikan tatanan nilai-nilai budaya masyarakat, sebagai berikut:
  1. Sunan Ampel membuat peraturan-peraturan yang islami untuk masyarakat Jawa.
  2. Raja Pandhita di Gresik merancang pola kain batik, tenun lurik dan perlengkapan kuda.
  3. Susuhunan Majagung, mengajarkan mengolah berbagai jenis masakan, lauk pauk, memperbaharui alat-alat pertanian, membuat gerabah.
  4. Sunan Gunung Jati di Cirebon mengajarkan tata cara berdoa dan membaca mantra, tata cara pengobatan, serta tata cara membuka hutan.
  5. Sunan Giri membuat tatanan pemerintahan di Jawa, mengatur perhitungan kalender siklus perubahan hari, bulan, tahun, windu, menyesuaikan siklus pawukon, juga merintis pembukaan jalan.
  6. Sunan Bonang mengajar ilmu suluk, membuat gamelan, menggubah irama gamelan.
  7. Sunan Drajat, mengajarkan tata cara membangun rumah, alat yang digunakan orang untuk memikul orang seperti tandu dan joli.
  8. Sunan Kudus, merancang pekerjaan peleburan, membuat keris, melengkapi peralatan pande besi, kerajinan emas juga membuat peraturan undangundang hingga sistem peradilan yang diperuntukkan orang Jawa

G. Menjunjung Tinggi Kerukunan dalam Kehidupan Sehari-hari
Sikap dan perilaku mulia yang harus kita kembangkan sebagai Implementasi dari pelajaran tentang sejarah perkembangan Islam di Indonesia, antara lain sebagai berikut.
  1. Menghargai jasa para pahlawan muslim yang telah mengorbankan segalanya demi tersebarnya syiar Islam.
  2. Berusaha memahami dan menganalisis sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan informasi terkini dan valid mengenai sejarah Islam,mengingat terbatasnya sumber data dan perdebatan para pakar tentang validitas data sejarah.
  3. Meneladani sikap dan perilaku para tokoh teladan pada masa permualaan masuknya Islam yang mengedepankan cara damai.
  4. Menjadikan semua aktivitas dalam hidup (pernikahan, perdagangan, kesenian, dan lain-lain) sebagai sarana syiar Islam dan dakwah.
  5. Belajar dari para tokoh penyebar Islam di Indonesia yang memperkenalkan dan mengajarkan Islam kepada penduduk setempat tentang Islam

H. Menerapkan Perilaku Mulia
Sikap dan perilaku mulia yang harus kita kembangkan sebagai implementasi dari pelajaran tentang dakwah Islam di Nusantara, antara lain sebagai berikut.
  1. Menghargai jasa para pahlawan muslim yang telah mengorbankan segalanya demi tersebarnya syiar Islam.
  2. Berusaha memahami dan menganalisis sumber-sumber sejarah untuk mendapatkan informasi terkini dan valid mengenai sejarah Islam, mengingat terbatasnya sumber data dan perdebatan para pakar tentang validitas datadatasejarah.
  3. Meneladani sikap dan perilaku para dai pada masa permulaan masuknya Islam yang mengedepankan cara damai.
  4. Menjadikan semua aktivitas dalam hidup (pernikahan, perdagangan, kesenian, dan lain-lain) sebagai sarana dakwah.
  5. Berusaha menjadi dai yang mukhlis (ikhlas), tanpa mengukur jerih payah dalam berdakwah dengan penghasilan.
  6. Berusaha menjadi dai yang pantas diteladani oleh umat, khususnya generasi muda.
  7. Tetap membangun optimisme dengan kerja keras untuk meraih kembali kejayaan Islam.
  8. Bersikap moderat dan santun dalam berdakwah dan menyebarluaskan ajaran Islam.