Penyimpangan sosial yang terjadi di tengah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dapat merusak tatanan kehidupan yang ada. Perilaku yang menyimpang merupakan salah satu penyebab memudarnya ikatan solidaritas kelompok. Masyarakat memandang perlu dilakukan pengendalian sosial agar penyimpangan sosial dapat ditekan. Pengendalian sosial merupakan upaya-upaya yang dilakukan baik oleh individu atau kelompok untuk mengawasi, menahan, mengekang, dan mencegah perilaku manusia dari segala bentuk penyimpangan terhadap nilai dan norma sosial yang berlaku di lingkungan masyarakat.
Sifat pengendalian sosial dibedakan menjadi pengendalian preventif, pengendalian represif, dan pengendalian gabungan. Pengendalian sosial dilakukan dengan menggunakan beberapa cara antara lain pengendalian sosial melalui sosialisasi, pengendalian sosial melalui tekanan sosial, dan pengendalian sosial melalui kekuatan. Perhatiakn penjelasannya seperti di bawah ini.
1. Cara Pengendalian Sosial
Supaya tercipta ketertiban sosial, masyarakat perlu menyikapi berbagai perilaku menyimpang di masyarakat. Upaya untuk mengembalikan kondisi masyarakat itu dapat dilakukan melalui cara-cara berikut.
a. Pengendalian Sosial melalui Sosialisasi
Sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat-istiadat dalam kelompok. Anggota masyarakat dididik dalam kebiasaan yang sama sehingga mereka cenderung menjadi alat ukur yang baik bagi perilaku seseorang dalam sebuah kelompok. Melalui sosialisasi, seseorang menginternalisasikan (menghayati) norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakatnya.
Perilaku orang dikendalikan dengan mensosialisasikan peran yang sesuai dengan yang diharapkan.
Hal tersebut dilakukan melalui penciptaan kebiasaan dan rasa senang. Sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat-istiadat. Para anggota masyarakat dididik dalam kebiasaan yang sama. Oleh karena itu, mereka cenderung menjadi alat ukur yang baik bagi perilaku seseorang dalam sebuah kelompok. Bilamana semua anggota masyarakat memiliki pengalaman sosialisasi yang sama, maka mereka secara sukarela dan tanpa berpikir panjang akan berperilaku sama.
b. Pengendalian Sosial melalui Tekanan Sosial
Lapiere (1954) melihat pengendalian sosial terutama sebagai suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Ia mengatakan bahwa kelompok akan sangat berpengaruh jika anggotanya sedikit dan akrab, jika kita ingin tetap berada dalam kelompok itu untuk jangka waktu lama, dan kita sering berhubungan dengan para anggota kelompok tersebut. Pengendalian kelompok dibedakan sebagai berikut.
Pada masyarakat yang memiliki penduduk dalam jumlah yang besar dan kebudayaan yang lebih kompleks diperlukan pemerintahan formal, peraturan hukum, dan pelaksanaan hukuman. Apabila seseorang tidak mau menaati peraturan, maka kelompok akan mencoba memaksanya untuk taat pada peraturan tersebut. Agar warga masyarakat berperilaku sesuai dengan norma sosial, Koentjaraningrat juga menyarankan beberapa cara yang bisa ditempuh.
Pengendalian sosial ialah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan
anggotanya yang membangkang. Masyarakat membutuhkan berbagai alat pengendalian sosial, antara lain sebagai berikut.
Sifat pengendalian sosial dibedakan menjadi pengendalian preventif, pengendalian represif, dan pengendalian gabungan. Pengendalian sosial dilakukan dengan menggunakan beberapa cara antara lain pengendalian sosial melalui sosialisasi, pengendalian sosial melalui tekanan sosial, dan pengendalian sosial melalui kekuatan. Perhatiakn penjelasannya seperti di bawah ini.
1. Cara Pengendalian Sosial
Supaya tercipta ketertiban sosial, masyarakat perlu menyikapi berbagai perilaku menyimpang di masyarakat. Upaya untuk mengembalikan kondisi masyarakat itu dapat dilakukan melalui cara-cara berikut.
a. Pengendalian Sosial melalui Sosialisasi
Sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat-istiadat dalam kelompok. Anggota masyarakat dididik dalam kebiasaan yang sama sehingga mereka cenderung menjadi alat ukur yang baik bagi perilaku seseorang dalam sebuah kelompok. Melalui sosialisasi, seseorang menginternalisasikan (menghayati) norma-norma dan nilai-nilai dalam masyarakatnya.
Perilaku orang dikendalikan dengan mensosialisasikan peran yang sesuai dengan yang diharapkan.
Hal tersebut dilakukan melalui penciptaan kebiasaan dan rasa senang. Sosialisasi membentuk kebiasaan, keinginan, dan adat-istiadat. Para anggota masyarakat dididik dalam kebiasaan yang sama. Oleh karena itu, mereka cenderung menjadi alat ukur yang baik bagi perilaku seseorang dalam sebuah kelompok. Bilamana semua anggota masyarakat memiliki pengalaman sosialisasi yang sama, maka mereka secara sukarela dan tanpa berpikir panjang akan berperilaku sama.
b. Pengendalian Sosial melalui Tekanan Sosial
Lapiere (1954) melihat pengendalian sosial terutama sebagai suatu proses yang lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Ia mengatakan bahwa kelompok akan sangat berpengaruh jika anggotanya sedikit dan akrab, jika kita ingin tetap berada dalam kelompok itu untuk jangka waktu lama, dan kita sering berhubungan dengan para anggota kelompok tersebut. Pengendalian kelompok dibedakan sebagai berikut.
- Pengendalian Kelompok yang Informal Primer. Pengendalian dalam kelompok primer terjadi secara informal, spontan, dan tanpa direncanakan. Para anggota kelompok bereaksi terhadap perilaku sesamanya. Manusia normal di mana saja memerlukan dan berupaya memperoleh pengakuan dari orang lain, terutama dari orang-orang yang termasuk dalam kelompok primer. Kelompok primer memberikan keintiman manusiawi. Tuntutan kebutuhan akan penerimaan dan pengakuan semacam itu membuat kelompok primer berperanan sebagai lembaga pengendalian yang sangat hebat.
- Pengendalian Kelompok Sekunder Kelompok sekunder pada umumnya lebih besar, lebih impersonal, dan mempunyai tujuan yang khusus. Pengendalian formal merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh kelompok sekunder, misalnya peraturan resmi dan tata cara yang distandardisasi; propaganda; hubungan masyarakat; rekayasa masyarakat; kenaikan golongan atau pangkat; pemberian gelar, imbalan, dan hadiah; serta penjatuhan sanksi dan hukuman formal.
Pada masyarakat yang memiliki penduduk dalam jumlah yang besar dan kebudayaan yang lebih kompleks diperlukan pemerintahan formal, peraturan hukum, dan pelaksanaan hukuman. Apabila seseorang tidak mau menaati peraturan, maka kelompok akan mencoba memaksanya untuk taat pada peraturan tersebut. Agar warga masyarakat berperilaku sesuai dengan norma sosial, Koentjaraningrat juga menyarankan beberapa cara yang bisa ditempuh.
- Pertama, dengan mempertebal keyakinan para warga masyarakat akan kebaikan adat-istiadat yang ada. Jika warga yakin pada kelebihan yang terkandung dalam aturan sosial yang berlaku, maka dengan rela warga akan mematuhi aturan itu
- Kedua, dengan memberi ganjaran kepada warga masyarakat yang biasa taat. Pemberian ganjaran melambangkan penghargaan atas tindakan yang dilakukan individu. Selanjutnya, individu akan termotivasi untuk mengulangi tindakan tersebut.
- Ketiga, mengembangkan rasa malu dalam jiwa masyarakat yang menyeleweng dari adat-istiadat. Individu yang menyimpang dari aturan dihukum agar jera dan tidak mengulanginya kembali.
- Keempat, mengembangkan rasa takut dalam jiwa warga masyarakat yang hendak menyeleweng dari adat-istiadat dengan berbagai ancaman dan kekuasaan. Rasa takut timbul dari pengalaman individu setelah dikenai sanksi, atau dari pengamatan terhadap penerapan sanksi atas orang lain. Rasa takut itu mencegah individu untuk melakukan pelanggaran aturan.
Pengendalian sosial ialah berbagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan
anggotanya yang membangkang. Masyarakat membutuhkan berbagai alat pengendalian sosial, antara lain sebagai berikut.
- Cemoohan atau Ejekan diberikan kepada individu atau kelompok yang melakukan penyimpangan. Adakalanya cemoohan justru merupakan hukuman yang sangat berat bagi si pelaku penyimpangan dan lebih menyakitkan dibandingkan dengan hukuman fisik.
- Desas-Desus atau Gosip dapat menyebabkan rasa malu bagi yang digosipkan karena gosip yang benar justru sering mengena, artinya orang yang digosipkan menjadi sadar atas perbuatan menyimpangnya
- Pendidikan, baik yang dilakukan di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat merupakan salah satu cara pengendalian sosial yang telah melembaga di masyarakat. Melalui pendidikan, warga masyarakat dibimbing untuk mematuhi nilai dan norma masyarakat.
- Ostrasisme adalah tindakan membiarkan seseorang hidup dan bekerja dalam kelompok itu, tetapi tidak seorang pun berbicara dengannya, bahkan ditegur pun tidak. Orang yang menerima perlakuan ostrasisme keberadaannya dalam masyarakat dianggap tidak ada sehingga yang bersangkutan sadar dan kembali mematuhi nilai-nilai serta norma-norma yang berlaku.
- Fraudulens atau beking merupakan bentuk pengendalian sosial yang dilakukan dengan harapan lawan tidak berani menghadapinya.
- Teguran merupakan cara pengendalian sosial melalui perkataan atau tulisan secara langsung. Teguran dilakukan agar pelaku perilaku menyimpang segera menyadari kekeliruannya dan memperbaiki dirinya.
- Agama memberikan pedoman kepada para pemeluknya tentang perbuatan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang dilarang untuk dilakukan sehingga agama merupakan alat pengendalian sosial yang sangat handal. Pelaku penyimpangan akan terbebani oleh perasaan berdosa, dan dosa itu hanya akan terampunkan dengan cara bertobat.
- Intimidasi adalah cara pengendalian sosial yang dilakukan dengan paksaan, biasanya dengan cara mengancam atau menakut-nakuti.
- Kekerasan fisik yang digunakan untuk mengendalikan perilaku seseorang antara lain memukul, menampar, dan melukai.
- Hukum merupakan alat pengendalian sosial yang secara nyata memberikan sanksi terhadap pelaku penyimpangan. Adanya aturan hukum yang jelas dengan sanksi yang tegas, dapat mengendalikan setiap anggota masyarakat terhadap pelanggaran nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku.